tahun baru, aku belum baru
January 03, 2022Pukul 3 dini hari di hari ke-3 tahun yang berbeda. aku terbangun dari tidur pulas yang terlalu pagi. Dengan lagu “tenang” oleh Yura Yunita masih melantun on repeat di speaker handphoneku.
Ini sudah hari senin, kufikir. Setelah membaca chat dari Devira yang berkata “kenapa besok senin? mikir besok senin aja udah kuat”. Faktornya malam minggu, di hari pertama tahun yang baru kemarin, kami sepakat untuk mengesampingkan fikiran buruknya, fikiran burukku— yang menguras kantong air mata terlalu banyak—sampai setidaknya hari kerja. Bukan, bukan karena Indonesia kalah mutlak dari Thailand. Tapi karena aku tidak siap menyambut tahun yang baru.
Resolusiku tahun ini hanya berisi Goodreads Reading Challenge. Sudah. Tidak ada lagi. Karena aku tidak tahu apa yang kuharapkan, apa yang kutunggu dari tahun ini.
Tentu salah satunya karena keadaan dunia belum pasti. Aku yakin pun separuh penghuni dunia meratapi hal yang sama. Namun selain itu karena saat ini hidupku hanya berusaha melewati satu hari menuju hari lainnya. Dengan sebisa mungkin. Dengan semanfaat mungkin—yang rasanya aku tidak berhasil setidaknya 6 dari 7 hari dalam seminggu.
Arif bertanya “kemarin bukannya sudah baik-baik saja? kenapa datang lagi?”
karena keresahan ini belum pergi. kataku.
hanya coba kuhindari, hanya coba kutelan mati. hanya coba kulampiaskan dengan energi. hanya coba kujadikan karya tulis. keresahan ini belum pergi. dan sayangnya tahun yang baru tidak berhasil mengecohnya untuk tidak menampakkan diri.
“bagaimana caranya biar keresahan itu pergi?” tanyanya lagi.
Mungkin dengan diriku yang kembali menemukan langkahku. Berjalan dengan hatiku. Tapi kita sama-sama tahu itu belum mungkin. Caranya belum hadir.
yang bisa di lakukan lagi adalah menghindari, dengan fiksi atau karya seni.
hanya coba kutelan mati, dengan garam dan ragi.
hanya coba kulampiaskan dengan energi. Menguarkan tangis seisi tubuh dengan gerak bersesi.
Hanya coba kujadikan karya tulis. Disini, lagi dan lagi.
0 komentar