Sore: soal perubahan, waktu dan ketulusan doa
July 22, 2025 "...kayaknya mau ngulang seribu kali pun, aku akan tetap memilih kamu"
Sore. Diiringi dengan lagu "Terbuang Dalam Waktu" on repeat, kami terdiam di perjalanan pulang. Tidak bisa berkata-kata. Aku dan kedua sahabatku masing-masing mendapatkan makna yang berbeda dari film ini. Satu teman menyukai konsep cintanya. Satu yang lain shock ketrigger. Lalu aku dan perasaan meluapku tentang apa yang dibangunkan oleh mimpi di malam Desember.
Film ini terlalu dekat untukku. Dekat sekali semua atribut di dalamnya dari pemilihan soundtrack—Adhitia Sofyan—senja, sampai tema yang di ambil dalam cerita ini. Soal cinta yang begitu dalam, kerinduan, kesabaran, waktu dan harapan. Judul film ini mengambil kalimat yang puluhan kali diulang oleh Sore (Sheila Dara) disini,
"Hai aku Sore, istri kamu dari masa depan".
-----------------
Ada yang bilang di twitter kalau film ini akan disukai oleh 3 jenis orang: 1) yearners, 2) sentimental person, 3) orang gigih yang tidak pernah menyerah.
Tentu saja saya 33nya.
Hal ini pun diamini oleh adikku, Ola. Dalam acara menonton film Sore yang kedua kalinya (yes, sekali aja ga cukup). Katanya, cinta yang dikomunikasikan oleh Sore sangat familiar dengan bentuk cinta yang ia kenal; "bentuk cinta kakak", celetuknya. Mengutip kata Ola tentang film Sore dan aku:
"It feels like it written for you. Because of your resilience and devotion"
(Isn't she the sweetest?)
Banyak multitasfir dalam memandang kelakuan Sore. Sore yang keras kepala bisa dinilai terlalu memaksakan. Terlalu berlebihan mengenyampingkan dirinya sendiri dan rela mati berkali-kali (literally) demi yang ia cintai.
Aku sendiri menilai kegigihan Sore sebagai bentuk "ketulusan doa", yang berulang-ulang ia usahakan dan lantunkan—sepanjang waktu masih mengizinkan.
"jaga kesehatan"
"Jangan disimpan semuanya sendiri"
"jangan minum/hisap dopping ga jelas"
"jangan memaksakan diri, besok lagi kerjanya"
"hati-hati di jalan"
—adalah doa dan harapan yang datang dari rasa sayang dan kekhawatiran. Karena kekasih mana yang tidak sedih hatinya melihat orang yang dicintainya tidak baik-baik saja?
Banyak hal dalam film ini yang bisa menjadi pembicaraan panjang. Salah satu yang menarik perhatianku adalah bagaimana Waktu tidak mengizinkan Sore menemani Jo (Dion Wiyoko) menghadapi luka masa kecilnya.
Untuk orang-orang seperti Sore (contohnya saya) yang kadang devotionnya suka diluar nalar. Harus belajar berdamai pada sebuah fakta: seingin-inginnya saling menemani, beberapa hal tidak diizinkan oleh proses kehidupan. Terkadang perpisahan ada untuk pertumbuhan masing-masing, dan perubahan—harus datang dan dihadapi oleh diri sendiri.
Di kali kedua menonton film Sore, aku masih menangis saat waktu memendek dengan Sore yang ngotot terus mengupayakan. Ujung waktu datang ditandai dengan langit yang merah di pagi yang seribu kalinya sama, dengan tatapan Sore yang gentar penuh cinta pun duka, dan jawaban terakhirnya kepada Jo:
"Hai aku Sore, istri kamu, selamanya".
Gila, Sheila Dara bagus banget aktingnya. Semua gestur tubuhnya menunjukkan seorang wanita yang sampai ujung waktu tetap teguh mengikrarkan bahwa cintanya akan tetap sama. Konstan. Tidak berubah, selamanya.
"I dont know who or what, it felt like a tremendous feeling of longing" - Jonathan
I am a big sucker of this troupe, really. Sebagaimana Taki-kun di Kimi No Na Wa yang long for something yang tidak lagi bisa diingat. Jo pun melewatinya disini. Dion Wiyoko bagus banget aktingnya. Gestur kecilnya apik memainkan seorang pria yang kehilangan hal yang tidak bisa dinamakan. Mencari sosok yang idea-nya hanya terekam dalam sebuah bayangan kabur di foto yang buram.
Troupe ini sejujurnya sangat personal untukku. Desember silam, aku menulis sebuah puisi dengan mengangkat tema past live ku sendiri. Kalau di film ini mereka awakennya bersamaan, dalam puisi ini awakening baru disadari satu pihak. Kutulis dengan lagu "Over and Over Again" oleh David Pomeranz melantun on repeat. (you see all the resemblences, right?).
Penggalan yang diambil dari puisi berjudul Something Indeed Stay The Same (AI, 2024)
Ceritaku yang panjang baru sampai disini. Tapi Sore, sudah menyelesaikan ceritanya.
Isak dan jerit kecilku bisa terdengar oleh kursi kiri kanan saat Sore melangkah keluar dari lift menuju ke pameran Jonathan. "Terbuang Oleh Waktu" oleh Barasuara sangat megah melengkapi momen sakral perjumpaan yang sudah lama diharapkan. Kesempatan kedua sudah diberikan semesta. Diberikan karena satu alasan:
Ketulusan doa dan harapan Sore disambut dengan perubahan dari dalam diri Jonathan.
"Climate Change"—istilah yang sudah sering didengar menjadi sesuatu yang puitis di tangan Yandy Laurens. Perubahan iklim. Perubahan diri. Perubahan Jo. Lava panas berganti menjadi sungai penuh warna. Kacau sudah menemukan tenang. Yang gelap kembali terang. Keras hati sudah menjadi kelembutan. Penutup yang manis dan sakral untuk semua jiwa seperti Sore dan Jo. Perjalanan selesai, rindu terbayar lunas, kesempatan yang diberikan Waktu tidak disia-siakan oleh dua hati yang masih satu.
Seperti kata Jo di penghujung film: "Orang tidak berubah karena rasa takut, tapi karena merasa dicintai". Dan rasa dicintai, kadang tidak bisa dijelaskan dari mana datangnya. We just need to know this: something trancends time and space—cinta dan doa yang tulus, adalah salah satunya.
Semoga cinta dan doa-doa ini sampai.
0 komentar